Pada Tanggal 1
April kemarin Kota Pekalongan merayakan hari jadinya yang ke-105. Pada
hari itu Kota Pekalongan bertransformasi dari ”sekadar” Kota Batik
menjadi The World’s City of Batik. Sebagai kota yang memiliki banyak
pengrajin batik, nama kota ini tidak sementereng Yogyakarta ataupun
Solo. Pekalongan?
Kota Pekalongan adalah kota yang terletak di utara
Pulau Jawa, berdekatan dengan kota Pemalang, Tegal dan Semarang. Kota
ini memang kota yang tidak terlalu besar sehingga banyak orang sulit
untuk mengetahui dimana tempatnya. Kota Pekalongan berada di propinsi
Jawa Tengah yang beribukotakan Semarang. Sebagai kota yang berada di
Propinsi Jawa Tengah bisa dipastikan penduduknya menggunakan bahasa
Jawa sebagai penghubung komunikasinya sehari-hari. Bahasa Jawa logat
Pekalongan agak sedikit berbeda dengan bahasa Jawa lain seperti Jogja
atau Solo yang cenderung lebih halus.
Pekalongan, sebuah nama yang unik. Bagaimana asal usul
nama kota ini? Nama Pekalongan berasal dari nama Topo Ngalongnya Joko Bau (Bau Rekso) putra
Kyai Cempaluk yang dikenal sebagai pahlawan daerah Pekalongan. Di
kemudian hari ia menjadi pahlawan kerajaan Mataram, yang konon
ceritanya berasal dari Kesesi, Kabupaten Pekalongan. Suatu ketika, ia disuruh oleh
pamannya Ki Cempaluk untuk mengabdi kepada Sultan Agung, raja Mataram.
Joko Bau mendapat tugas untuk memboyong putri Ratansari dari Kalisalak
Batang ke istana, akan tetapi Jaka Bau jatuh cinta pada putri tesebut.
Sebagai hukumannya Jaka Bau diperintah untuk
mengamankan daerah pesisir yang terus diserang oleh bajak laut cina. Ia
kemudian bersemedi di hutan gambiran, setelah itu Joko bau berganti
nama menjadi Bau Rekso dan mendapat perintah dari Sultan Agung untuk
mempersiapkan pasukan dan membuat perahu untuk membentuk armada yang
kemudian melaksanakan serangan terhadap kompeni yang ada di Batavia (
1628 dan 1629). Setelah mengalami kegagalan Bau Rekso memutuskan untuk
kembali dan bertopo ngalong (bergelantung seperti kelelawar) di
hutan gambiran. Di dalam tapanya tersebut tak ada satupun yang bisa
mengganggunya termasuk Raden Nganten Dewi Lanjar (Ratu Segoro Lor) dan
prajurit silumannya. Pada akhirnya, karena kekuatan goibnya yang luar
biasa maka Dewi Lanjar pun bertekuk lutut dan akhirnya Dewi Lanjar
dipersunting Joko Bau.
Satu-satunya yang bisa mengganggu topo ngalongnya Joko
Bau adalah Tan Kwie Djan yang mendapat tugas dari
Mataram, kemudian Tan Kwie Djan dan Joko Bau sowan ke Mataram
untuk menerima tugas lebih lanjut. Dari asal topo ngalong
inilah kemudian timbul nama Pekalongan. Munculnya nama Pekalongan
menurut versi ini seputar abad XVII pada era Sultan Agung dan dalam
sejarah Bau Rekso dinyatakan gugur pada tanggal 21 September 1628 di
Batavia dalam peperangan melawan VOC. Tempat topo ngalongnya
Joko Bau tersebut dipercayai tempatnya berbeda-beda antara lain di
Kesesi, Wiradesa, Ulujami, Comal, Alun-alun Pekalongan dan Slamaran.
Berbagai Asal Kata “Pekalongan”
Nama Pekalongan semula dari daerah Wonocolo, Kota
Surabaya, Jawa Timur. Sejak jaman Majapahit nama Pekalongan sudah ada
di daerah tersebut dan orang-orang di tempat itu pun banyak yang pindah
ke lain tempat dan kemudian nama Pekalongan digunakan untuk nama
sebuah kecamatan di kota Netro Lampung.
Kata Pekalongan, asal kata pek dan along.
Kata pek artinya teratas, pak de (si wo), luru
(mencari, apek) sedang kata along yang artinya halong
dalam bahasa sehari-hari nelayan yang berarti dapat banyak. Kemudian
kata Pek-Along artinya mencari ikan di laut dapat hasil. Dari Pek
Halong kemudian menjadi A-PEK-HALONG-AN (Pekalongan). Okeh
masyarakat Pekalongan sendiri kata Pekalongan dikromokan
menjadi PENGANGSALAN (angsal = dapat). Kemudian dijadikan
lambang Kota Pekalongan yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kota Besar Pekalongan tertanggal 29 Januari 1957 dan
diperkuat dengan Tambahan Lembaran Daerah Swatantra Tingkat 1 Jawa
Tengah tanggal 15 Desember 1958 seri B Nomer 11 kemudian disahkan oleh
Mentri Dalam Negeri dengan Keputusanya Nomer: Des./9/52/20 tanggal 4
Desember 1958 serta mendapatkan persetujuan Pengusaha Perang Daerah
Tertorium 4 dengan surat Keputusannya, Nomer : KPTSPPD/ 00351/11/1958
tanggal 18 November 1958.
Kata Pekalongan, asal kata pek dan kalong.
Kata kalong dalam bahasa Jawa dianggap berasal dari kata dasar
elong artinya mengurangi, dan dalam bentuk pasif kalong
yang berarti berkurang. Sementara kata pek atau amek,
seperti yang tercermin dalam ungkapan kata amek iwak
(menangkap ikan), diduga berkaitan dengan bahasa nelayan lokal. Adapun
kata kalong bisa berarti pula sejenis satwa kelelawar besar
yang secara simbolis diartikan sebagai kelompok rakyat kecil atau
golongan orang tertentu yang suka keluar (untuk bekerja) dari rumah
pada malam hari (nelayan).
Lambang Kota Praja Pekalongan tempo dulu yang disahkan
pemerintah Hindia Belanda dengan “Keputusan Pemerintah“ (Gouvernements
Besluit) Tahun 1931 Nomer 40 dan menurut keterangan Dirk Ruhl Jr
dalam nama ”Pekalongan” berasal dari perkataan “along”,
artinya banyak atau berlimpah-limpah, lancar, beruntung, berkaitan
dengan penangkapan ikan (hasil laut) dengan menggunakan pukat tarik.
Dengan demikian sesuai dengan motto yang tertulis dibawah perisai
lambang Kota Praja Pekalongan (jaman doeloe) berarti : “pek” (pa)-along–an”
yakni tempat ditepi pantai untuk menangkap ikan dengan lancar dengan
menggunakan pukat tarik (jala).
Menurut Kyai Raden Masrur Hasan, keturunan Sunan
Sendang yaitu R. Nur Rochmad di Sendangduwur Kecamatan Paciran
Kabupaten Lamongan, Pekalongan berasal dari istilah para santri kalong
karena tidak bermukim di pesantren di bawah asuhan R. Joko Cilik yang
akhirnya juga disebut sebagai mbah Mesjid
Dari asal kerajaan bernama “Pou-Kia-Loung”
kemudian menjadi kata Pekalongan dan menurut naskah kuno Sunda dari
akhir abad ke 16, koleksi perpustakaan “Bodlain” di Inggris. Di dalam
naskah tersebut menceritakakan perjalanan “Bujangga Manik” orang pertama
terpelajar dari Sunda, mengunjungi beberapa daerah di Pulau Jawa,
diantaranya beberapa tempat di kawasan Brebes, Pemalang, Batang, dan
Pekalongan. Kendati tidak singgah di Pekalongan namun dalam penuturan
perjalanannya di empat daerah ini Sang Bujangga tidak lupa menyebut nama
Pekalongan. Penyebutan nama Pekalongan dalam naskah Bujangga Manik
tersebut dapat dipandang penyebutan nama Pekalongan paling tua dalam
naskah pribumi.
Nama Kota Pekalongan ternyata juga disebut dalam
sumber sejarah kuno asal Tiongkok pada dinasti Ming. Sumber ini
menuturkan bahwa pada tahun ke tujuh masa pemerintahan “Kaisar-
Siouenteh” (tahun masehi 1433) orang Jawa telah datang mempersembahkan
upeti dan memberikan sebuah keterangan pertama jaman “Youen-Khang dari
masa pemerintahan Kaisar Siouen-ti” dari dinasti Han. Di negeri mereka
terapat tiga jenis penduduk. Pertama, orang-orang Tionghoa, bertempat
tinggal untuk sementara waktu, pakaian dan makanan mereka bersih dan
sehat. Kedua, para pedagang dari negeri-negeri lain yang telah lama
menetap, mereka ini juga sopan santun dan bersih. Ketiga, adalah
penduduk pribumi, yang yang dituturkan sangat kotor dan makan ular,
semut dan serangga, perwujutannya gelap kehitam-hitaman. Satu hal yang
aneh adalah karena mereka berpandangan sebagai kera dan berjalan dengan
kaki telanjang. Jika ayah atau ibu mereka meninggal, mereka dibawa ke
hutan belantara dan kemudian dibakar. Salah satu kerajaan mereka
dinamakan “Pou-Kia-Loung”. Disamping itu ada orang yang
menyebutnya Hie Kiang atau Choun-Ta. Menurut “Prof. D.G. Schlerel” dalam
bukunya berjudul “Iets Omt ent De Betrikkinoen Der Chinezen Met
Java, voornDe Komst Der Europennen Aldo“ termuat dalam majalah Tijdsct-ift
voor Indische Taal Land-En Volkenkumdell, jilid XX Tahun 1873,
yang dimaksud kerajaan “Pou-Kia-Loung“ dalam sumber sejarah
dinasti “Ming” tersebut adalah Pekalongan.
Tetapi masih ada beberapa versi lain tentang terciptanya nama
kota Pekalongan, yaitu sebagai berikut:
LEGOK KALONG
Dalam lakon Ketoprak yang pernah dipagelarkan di
Pekalongan oleh Siswo Budoyo, lakonnya diambil dari hasil karya
R.Soedibyo Soerjohadilogo, diantaranya mengisahkan peristiwa
keberhasilan Joko Bau putra Kyai Cempaluk memenggal kepala JP Coon
(VOC). Kepala tersebut dibawanya pulang untuk disowankan kepada
Sultan Agung dan dalam perjalanan direbut oleh Mandurarejo. Karena
tidak mempunyai cukup bukti maka Joko Bau bertapa kembali di daerah
selatan Pekalongan. Dari kata Legok Kalong inilah kemudian
timbul nama Pekalongan di desa “Legok Kalong” dari nama desa itu
kemudian menjadi Pekalongan.
KALINGGA
Konon sebagian masyarakat Pekalongan beranggapan bahwa
letak Kerajaan Kalingga adalah di desa Linggoasri, Kecamatan Kajen,
Kabupaten Pekalongan. Dari Kalingga inilah kemudian dihubungkan dengan
kata Kaling, Keling, Kalang dan akhirnya menjadi Kalong.
Akhirnya dari kata Kalong tersebut kemudian timbulah nama
Pekalongan, karena Kerajaan Kalingga itu dikenal pada abad VI-VII, maka
timbulnya nama Pekalongan menurut versi ini seputar abad VI dan VII.
Kalong ( Kelelawar)
Pekalongan berasal dari kata Kalong (Kelelawar),
karena di Pekalongan dulunya banyak binatang kelelawar/kalong, terutama
di Kesesi tempat kelahiran Joko Bau putra Kyai Cempaluk. Dalam versi
yang sama tetapi berbeda tempat, dikisahkan bahwa di sepanjang kali
Pekalongan (Kergon), di tempat tersebut dulunya ada pohon slumpring dan
banyak kelelawarnya begitu juga di Kelurahan Kandang Panjang,
Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan terdapat banyak pohon randu
gembyang dan banyak dihuni kelelawarnya dan dijadikan pedoman bahwa
daerah yang banyak dihuni kelelawar adalah daerah pantai. Dari
banyaknya kelelawar (kalong) tersebut kemudian berubah menjadi
nama Pekalongan. Nama pekalongan tersebut dikenal seputar abad ke XVII
(jamannya Bau Rekso).
KALANG
Asal kata Pekalongan berasal dari kalingga dan berubah
menjadi kata keling kemudian berubah lagi menjadi kalang.
Kata kalang tersebut ada beberapa pengertian yaitu hilir
mudik, nama sejenis ijan laut Cakalang, gelanggang, sekelompok, atau
diasingkan ke/di selong. Didalam salah satu cerita rakyat daerah
Pekalongan ada hutan/semaksemak yang banyak setan/siluman dan tempat
tersebut sangat ditakuti oleh siapapun, kemudian tempat
tersebut dipergunakan untuk pembuangan sebagai hukuman bagi orang–orang
yang membangkang atau membahayakan pada kerajaan Mataram. Dari kata kalang
tersebut kemudian menjadi Pekalongan.
Dari berbagai macam asal usul nama kota ini terbukti bahwa Kota
Pekalongan telah lama berdiri sehingga tidak ada keraguan lagi untuk
mengenalnya lebih dalam. Sejalan dengan rebrandingnya sebagai The
World’s City of Batik maka Kota Pekalongan siap
menyambut kedatangan Anda untuk menikmati “atmosfir” batik di kota ini.
http://sejarah.kompasiana.com/2011/04/04/asal-usul-nama-kota-pekalongan/